Sejak pembicaraan tentang angpau di blog pak heri yang merembet ke bakpau, saya jadi pingin sekali makan bakpau. Yang pernah membaca Traveler’s Tale pasti ingat pertemuan awal Retno, Francis (namanya Francis, Holy), Farah dan Jusuf. Jusuf—entah karena alasan apa—menumpahkan bekal Retno, kemudian Fancis menawari Retno bakpau buatan mamanya. Kisah masa kecil yang manis. Meskipun saya tidak punya kenangan masa kecil tentang bakpau, let alone yang manis seperti itu, bagi saya, bakpau adalah sesuatu yang spesial.
Bakpau adalah salah satu kudapan favorit saya. Mungkin ini bagian dari ketertarikan saya pada kebudayaan Cina, atau simply karena teksturnya yang empuk dan isinya yang lezat itu. Dulu, saya nggak berani makan bakpau isi daging karena bentuk dan warnanya yang menurut saya agak mencurigakan. Selain itu, saya yang pencinta makanan manis ini memang suka sekali dengan kumbu kacang hitam yang lembut dan wangi itu.
Suatu saat, saya menghabiskan liburan di rumah Nenek. Nenek saya, begitu tahu bahwa cucunya ini suka sekali bakpau, setiap sore membelikan saya bakpau. Isi kumbu kacang hitam, isi daging, ataupun coklat. Itulah pertama kalinya saya mencoba bakpau isi daging. Ternyata, rasanya lezat! Saya suka banget sama bakpau isi daging itu, lagipula bentuknya pun manis, dengan lekukan-lekukan yang membuatnya terlihat seperti kelopak bunga.
Di kota kelahiran saya, Salatiga, ada sebuah toko yang menjual bakpau ukuran besar berwarna merah. Salah satu variannya adalah bakpau isi keju. Bakpau ini hanya dijual di sebuah toko di dekat klenteng di Jalan Sukowati. Jalan ini adalah tempat di mana deretan toko yang menjual berbagai jenis makanan khas kota Salatiga.
Bakpau paling enak yang pernah saya nikmati adalah bakpau Chik Yen yang saya beli pada suatu sore di dekat gerbang kampus Bintaro, sepulang dari rapat Hima PPLN. Bakpau itu betul-betul lembut dan enak dikunyah, meskipun saya tidak ingat lagi saat itu bakpau isi apa yang saya pilih.
Sekarang bakpau kecil (atau lebih tepatnya mantou) instan sudah bisa didapatkan dengan mudah di toko-toko swalayan. Meskipun penampilannya lebih cantik (saya suka yang berbentuk kelinci putih dengan isi selai pandan), rasanya tetap tidak bisa mengalahkan cita rasa bakpau bulat tradisional itu. Beberapa hari yang lalu saya mencoba mantou isi selai teratai. Terdengar lezat, bukan? Tapi ternyata saya harus meninggalkan setengah bagian dari mantou itu di atas piring, tidak tersentuh. Tapi mantou bergaris-garis coklat-putih cukup enak ketika dinikmati bersama secangkir susu hangat. Sayang, rasa coklatnya hanya samar-samar.
Saya jadi ingat, bertahun-tahun silam, saat menonton drama favorit saya waktu itu, ada sebuah adegan yang settingnya di sebuah kedai kecil yang menjual bakpau dan susu kedelai. Sesederhana itu, tapi sampai sekarang saya masih selalu memimpikan sebuah bakpau hangat yang dihidangkan dengan segelas susu kedelai pada suatu pagi dingin yang berkabut *berkhayal, hehe*
Alhamdulillah, meski tidak ditemani segelas susu kedelai, kemarin sore terpenuhi juga keinginan saya untuk menikmati bakpau yang lezat (bukan mantou selai teratai yang terlalu manis 🙂 ). Semuanya karena saya untuk kesekian kalinya tertidur di dalam bus dan tergesa-gesa menuju ke pintu yang tertutup tepat di saat saya berhasil meraih pintu itu (membuat saya kesal sekali 😦 ). Duh, ini kebiasaan buruk ya. Tapi justru karena kejadian itu saya menemukan tempat yang menjual bakpau di dekat shelter di mana saya turun. Begitu bakpau hangat itu ada di tangan, tergantilah kekesalan saya dengan senyum lebar 🙂
Ada yang tertarik untuk makan bakpau sambil menonton premier Laskar Pelangi hari ini 😉 ?